Hidup
Setia Dalam Teladan Kristus
Kej
21:8-21
Kata
setia mengandung makna taat, patuh,
berpegang teguh, berketetapan hati, dsb. Orang dikatakan setia jika
memiliki karakter atau sifat taat, patuh, berpegang teguh, dan memiliki
ketetapan hati. Untuk memenuhi kesetiaan, seseorang dituntut agar tetap taat terhadap
sesuatu yang sudah menjadi kesepakatan / perjanjian bersama kepada pihak-pihak
terkait. Sebagai umat ciptaan Tuhan, kita juga dituntut setia dan taat kepada/
terhadap hokum Allah. Allah menuntut kita untuk hidup sesuai dengan hokum moral-Nya,
dimana Ia telah menyatakan kepada kita dalam Alkitab. Hukum Allah merupakan
standard tertinggi dari kebenaran dan norma tertinggi untuk mengakimi yang
benar dan yang salah.
Dalam
kitab Kejadian (21:12) Abraham diajarkan kesabaran oleh Tuhan Allah, ketika Sara
menyuruh Abraham untuk mengusir Hagar dan anaknya yang juga anak dari Abraham,
tetapi Allah berfirman kepada Abraham : “Janganlah
sebal hatimu karena hal anak dan budakmu itu; dalam segala yang dikatakan Sara
kepadamu, haruslah engkau mendengarkannya, sebab yang akan disebut keturunanmu
ialah yang berasal dari Ishak”.Dan oleh karena Abraham adalah orang yang
senantiasa setia dan taat terhadap perintah Allah: (13) Tetapi keturunan dari
hambamu itu juga akan Kubuat menjadi suatu bangsa, karena ia pun anakmu.
Tidak
mudah seseorang untuk tetap setia meneladani ajaran Kristus. Dalam kehidupan
kita juga dituntut untuk dapat setia terhadap aturan-aturan yang ada di
masyarakat. Pada akhir tahun pelajaran, biasanya oaring tua murid dipanggil ke
sekolah untuk mengambil hasil/ raport anaknya. Ada salah satu orang tua murid
(ibu) masuk ke ruang/ menghadap Kepala Sekolah katanya : Bapak Kepala Sekolah,
anak saya koq bisa tidak naik kelas ya …? Nilainya hanya kurang 0,5 saja. Mohon
Kebijaksanaan pak….saya harus membayar berapapun akan
saya bayar, asal anak saya bisa naik kelas…../ Kepala Sekolah dengan sabar dan
dengan pelan menjawab sekaligus bertanya kepada orang tua murid tersebut,
demikian “yang seharusnya bijaksana itu saya atau ibu….?. Bapak Kepala Sekolah
lalu berdiri sambil mempersilahkan ibu itu pulang. Ilustrasi diatas member gambaran
kepada kita, bahwa dalam kehidupan bermasyarakat tidak mudah untuk setia
pada perkara-perkara yang kecil sekalipun, bagaimana dengan kita
sebagai anak-anak Allah…?. Selamat Melayani. (Irh)
BG
tgl 22 Juni 2014 Minggu ke-25-2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar