“Setia Menanti Janji-Nya”
( Kis. 1:6-14; Maz. 68:2-11;33-36; I Pet.4:12-14;
5:6-11; Yoh 17 1:11)
Tema minggu ini sangat menarik perhatian
bagi kehidupan kita sebagai individu maupun anggota masyarakat. Hal ini
penting, jika dihubungkan dengan keterkaitan sebagai sesama manusia dalam
keberadaan diri (eksistensi) secara kodrati masing-masing memiliki sifat setia
dan watak diri setia. Arti
kosakata Setia menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah : Patuh, Taat, Tetap
dan Teguh hati. Oleh karena itu, sangat penting, kerena kehidupan manusia
selalu menempatkan diri dengan cara berpikir memposisikan terhadap janji.
Secara empirik memang demikianlah kehidupan manusia, bahwa kita hidup sebagai
makhluk “komune” artinya sebagai kelompok orang yang hidup bersama. Dalam
kebersamaan sebagai umat Kristen menyadari menjadi umat “komuni” yang selalu
punya kerinduan menjalani sakramen di gereja diwujudkan dalam bentuk perjamuan
roti dan anggur. Demikian teguhnya iman kita menanti janji-Nya.
Setia dalam hal apapun tak akan dapat
terjadi bila tak ada upaya dari kita sendiri. Setia menanti janji-Nya merupakan
perlakuan yang harus dijalani umat Kristen merupakan syarat mendekati dan
memasuki pintu gerbang berkat Tuhan. Caranya harus menempuh “perjalanan” yang
sangat jauh. Ada banyak hal yang menyebabkan seseorang gagal menyelesaikan
“perjalanan” antara lain factor rasa jenuh kerena jaraknya yang sangat jauh dan
lama ditempuhnya, lalu pesimistis, akhirnya menguras tenaga dan roboh.
Sebaiknya “perjalanan” menuju harapan atau berkat bukan hanya materi melainkan
juga apa yang terdapat dalam diri ialah sikap melayani, kompetensi talenta,
karunia, dll. Makna “Setia Menanti Janji-Nya” adalah model pembelajaran afektif bagi umat Kristen, ditegaskan pada (Amsal 19:22a): “Sifat yang diinginkan
pada seseorang adalah kesetiaannya”, dan pada (Amsal 20:6) “ Banyak orang
menyebut diri baik hati, tetapi orang yang setia siapakah menemukannya ?” Ada
beberapa contoh tentang keraguan dan sikap setia menanti janji Tuhan, mereka
adalah Nuh, Abraham, Musa dan Yusuf.
Menghayati peristiwa Kenaikan Tuhan
Yesus Kristus merupakan suatu peristiwa tak terlihat namun bagi umat Kristen
tetap teguh terhadap janji_Nya. Menanti adalah kegiatan yang sungguh
menjemukan, terlebih jika yang tampak didepan sepertinya paradoksal dengan apa yang dinantikan, yakni pergi dan datang
kembali, seolah menuntut realita dan berhentilah menanti. Mengapa Tuhan
membiarkan umat yang dikasihiNya menanti sedemikian lama terhadap penggenapan
janji-Nya ? Lalu kita berposisi seperti Nuh, Abraham, Musa dan Yusuf ?
Sebagaimana pada (I Pet.4:12-14) Menderita sebagai Kristen, inilah
pemebelajaran diri agar umat Kristen semakin empathy. Bagaimana agar tetap setia memegang janji-Nya ? Belajarlah
melihat penggenapan janji Tuhan lewat waktu dan caraNya. Hal yang sering
membuat kita tak sabar menantikan janji tersebut, karena kita sering malakukan
dengan cara dan waktu kita sendiri. Kita perlu belajar mempercayai janji-Nya
dan percaya bahwa waktu dan cara-Nya selalu terbaik bagi manusia. Bagaimana
janji Tuhan dalam kehidupan diri kita ? Pegang erat dalam kesetiaan, karena
Allah yang kita sembah adalah setia (2 Timotius 2:13). Lakukan saja apa yang
harus dilakukan dengan sikap setia dan jujur serta tanggung jawab baik dalam
pelayanan sebagai hamba Tuhan, karyawan, pengusaha, seniman, ilmuwan,
mahasiswa, pelajar, dll. Dalam (Matius 25:21 dan Lukas 16:10) Tuhan Yesus
berharap supaya kepadamu dipercayakan perkara-perkara yang lebih besar. Sebuah
janji adalah bermakna jika “sang pemberi” janji adalah sumber kehidupan yang
terpecaya ialah Tuhan Allah (BSH)
BG
tgl 01 Juni 2014 Minggu ke-22-2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar