Mata Hati Yang Melihat Terang
( I Samuel 16:1-13; Mazmur 23;
Efesus 5:8-14; Yohanes 9:1-41)
Peristiwa
ini terjadi sekitar 20 tahun silam di depot pengisisan bahan bakar minyak.
Seperti biasa, pagi itu mobil-mobil tangki pengangkut bahan bakar minyak antri
untuk diisi.Kehebohan terjadi di antrian premium. Gesekan logam mmemrcikan api,
lalu api itu menyambar tangki yang sedang diisi premium. Melihat bahaya yang
mengancam, yang dapat membakar seluruh depot minyak itu, seorang kenek mobil
tangki yang sedang diisi tangkinya berlari mengambil karung basah. Bersama
dengan karung basah dan tubuhnya itu, ia mendekap sumber api. Sang kenek
berjuang mempertaruhkan nyawanya membungkam dan mematikan api. Syukurlah api
itu padam ! namun ada api lain yang mulai menyala. Api itu ada dalam diri
kepala depot minyak itu.
Kepala
depot marah. Ia Memanggil sang kenek yg berhasil memadamkan api itu. “mengapa
kamu melakukan itu ? Itu bukan tanggung jawabmu !” Bentak sang kepala depot.
“Dengan kamu melakukan itu berarti kamu sudah melanggar peraturan disini !”. Si
kenek menjawab, “ tapi, bukankah sekarang apinya sudah padam dan kita terhindar
dari bahaya yang lebih besar .” Sang kepala depot merasa tidak dihargai, lalu
membentak lagi, “ Saya tidak mau tahu, kamu harus diberi sangsi, kamu harus
dihukum karena yang bertugas memadamkan api bukan orang seperti kamu tetapi
petugas pemadam kebakaran dan prosedurnya sudah baku ditetapkan.
Mendengar
cerita ini saya jadi teringat dengan kisah Yesus yang menyembuhkan seorang buta
sejak lahir. Tentu orang buta itu sangat gembira dan bersyukur. Selama ini
gambaran dunia dan keindahannya hanya bisa ia reka-reka dibenaknya, kini
matanya terbuka. Ia bisa melihat ! Sibuta ini melihat banyak disekelilingnya
yang melihat justru menjadi buta mata hatinya. Mengapa ? seharusnya mereka
turut gembira karena ada orang yang sudah bertahun-tahun hidup dalam kegelapan
kini bisa melihat. Namun, tampaknya para pemuka agama ini keberatan. Mereka
keberatan karena proses penyembuhan itu tidak sesuai dengan aturan
(Protap/posedur tetap) yang berlaku. Mereka keberatan karena hari
penyembuhannya terjadi pada hari Sabat. Sehingga mereka mencari-cari celah
untuk menyalahkan Yesus maupun orang yang disembuhkan itu.
Mereka
membawa orang buta yang sudah sembuh itu kehadapan orang-orang Farisi. Orang
–orang Farisi itu menginterogasi si buta yang sudah sembuh. Mereka di
perhadapkan pada dilemma. Jika mereka mengakui bahwa Yesus menyembuhkan orang
buta itu, maka menurut aturan Sabat sulit untuk diterima kalau si Penyembuh itu
berasal dari Allah. Mengapa ? Karena menurut ajaran yang mereka pegangi
mati-mati-an, seorang tidak boleh melakukan pekerjaan pada hari Sabat termasuk
didalamnya menolong orang, karena hal itu dapat mencemarkan kekudusan Sabat.
Selain itu orang –orang Farisi telah lama mencari celah untuk mendakwa Yesus
agar bisa dienyahkan. Di lain pihak jika mereka tidak mengakui penyembuhan itu,
buktinya sudah ada di depan mata. Fakta yang tidak terelakkan lagi !. Sebab
pemahaman mereka waktu itu tidak mungkin seorang yang buta sejak lahir dapat
disembuhkan kecuali oleh orang yang berasal dari Allah sendiri.
Bagimana upaya orang-orang Farisi
selanjutnya ? mereka memanggil orang tua si buta itu, menanyakan tentang
peristiwa yang menimpa anaknya. Tampaknya orang tuanya pun takut mengambil
resiko. Ia mempersilahkan untuk bertanya sendiri kepada si anak karena anaknya
sudah dewasa. Orang-orang Farisi itu terus mencecar si buta yang telah pulih
ini dengan pertanyaan dogmatis ; Katakanlah kebenaran dihadapan Allah; kami
tahu, bahwa orang itu orang berdosa. “ Sibuta yang telah pulih itu menjawab. “
Apakah orang itu orang berdosa, aku tidak tahu; tetapi satu hal yang aku tahu,
yaitu bahwa aku tadinya buta dan sekarang dapat melihat,” (Yohanes 9:;24-25).
Singkat kata mereka terus memojokkan
sertamerendahkannya. Mereka mengusir si buta yang telah melek ini karena
dianggap telah menodai agama mereka. Korban peraturan penodaan agama ini kini
tidak ada tempat di kampung Yahudi itu. Yesus mendengar peristiwa itu. Yesus
bertemu dengannya dan membuka dialog. Dialog itu membuka wawasan si buta yang
telah pulih itu, bahwa yang berhadapan dengannya adalah Mesias. Dulu ia
dicelikan dari kebutaan fisik sejak lahir, kini sekali lagi ia mengalami
pemulihan batin. Mata hatinya dicelikkan untuk melihat, bahwa Yesus adalah
Mesias. Orang itu berkata, “ Aku percaya, Tuhan !” Lalu ia sujud menyembah-Nya.
Kata Yesus, Aku datang kedalam
dunia untuk menghakimi, supaya barangsiapa yang tidak melihat, dapat melihat
dan supaya barangsiapa yang dapat melihat, menjadi buta.” (Yohanes 9:38,39).
Mantan penderita buta ini melihat
. Ia dibebaskan dari fisik sekaligus mata hatinya melihat karya kasih Allah.
Namun, para pemuka agama yang selama ini dapat melihat dengan mata matanya,
dapat melihat dengan akal budinya, ilmu dan kedudukannya merupakan kebanggaan
mereka untuk melihat dan menghakimi orang lain menurut hukum yang yang
dianutnya sehingga mereka merasa benar sendiri. Mereka akhirnya dibutakan oleh
kebanggannya itu.
Tidak salah mengejar kepandaian
dan ilmu termasuk di bidang agama. Tetapi biasnya jika tidak diimbangi dengan
kerendahan hati, ilmu dan pengetahuan serta kedudukan dapat membuat seorang
lupa diri. Arogan ! Disinilah awal mula dari manusia menutup pintu hatinya.
Membutakan dirinya sehingga tidak mampu menghargai orang lain dan kebenaran
yang ada pada orang lain itu. Berapa banyak korban berjatuhan, khususnya di
Indonesia akibat pemahaman agama yang sempit ? Beberapa kasus dapat kita
sebutkan. Atas nama agama : atas nama Tuhan boleh menganiaya, merampas,
membakar bahkan membunuh. Ini kan persis seperti pemuka agama pada zaman Yesus.
Demi menegakkan hukum sabat mereka mengusir manatan orang buta, demi menjaga
kesucian ajarannya mereka cara untuk membunuh Yesus. Orang-orang seperti inilah
yang Yesus sebut hatinya telah dibutakan. Sebaliknya orang yang telah
dicelikkan mata hatinya akan selalu menjaga, memelihara kehidupan. Dia akan
meneruskan cinta kasih Allah kepada semua orang termasuk terhadap orang yang
membencinya.(RLH)
BG tgl 30 Maret 2014, Nomor : 13-2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar