Bangsa kita baru saja melangsungkan
perhelatan Pemilu Legislatif. Dalam Pemilihan Umum tersebut ada saksi dari
parpol atau caleg yang ikut mengawasi jalannya pemilu. Dalam aturan
perundang-undangannya, para saksi tersebut mendapat mandat dari partai politik
atau calon Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Seorang saksi harus datang sebelum
acara dimulai, hadir di sepanjang acara pemilihan tersebut, dan baru pulang
setelah penghitungan selesai. Sementara,
dalam peradilan, seorang saksi harus mengatakan kebenaran dibawah sumpah, dan
kalau ternyata dia tidak mengatakan kebenaran sesuai yang disaksikannya, ia
dapat dituntut. Tidak mudah dan tidak ringan beban seorang yang menjadi saksi.
Tentu menjadi Saksi Kristus jauh lebih
berat dan bermakna dibanding saksi pemilu maupun saksi di pengadilan. Tema kita
minggu ini adalah “Berani Menjadi Saksi”. Di bawah terang bacaan-bacaan kita
Minggu ini, kita diajak untuk mempergumulkan panggilan kesaksian iman kita di
tengah dunia ini. Untuk menjadi saksi iman, kita mesti memiliki tiga
kesadaran. Pertama, untuk
menjadi saksi iman, bukanlah hal yang mudah dan ringan. Bukan tanpa alasan I
Petrus 1:6 menegaskan “... sekarang
ini kamu seketika harus berdukacita oleh berbagai-bagai pencobaan”. Tantangan kesaksian iman bukan monopoli jaman ini
saja. Sejak kekristenan mula-mula, beratnya cobaan di tengah tantangan iman
Kristen telah muncul secara masif, seperti kesaksian Ibrani 11:37 “Mereka dilempari, digergaji,
dibunuh dengan pedang; mereka mengembara dengan berpakaian kulit domba dan
kulit kambing sambil menderita kekurangan, kesesakan dan siksaan”.
Tentu kita juga sadar, kedua, segala bentuk kesaksian
kita adalah sebuah kebenaran yang kita yakini benar-benar. Ungkapan murid “Kami
telah melihat Tuhan” (Yoh.20:25), rupanya bukan sekedar melihat dengan
mata, namun lebih pada “menyadari kehadiran, kemudian mempercayai
penginderaannya itu”. Itulah sebabnya, Tomas yang semula tidak percaya, setelah
inderanya menangkap bukti diri Yesus yang bangkit segera berseru “Ya Tuhanku dan Allahku”. Terlebih, kita
sadar – yang ketiga, bahwa segala kesaksian iman kita yang mewujud dalam
hidup keseharian, pada saatnya akan dimintai pertanggungjawaban Allah sendiri,
yang memberi mandat atas tugas kesaksian kita tersebut.
Ketiga kesadaran itulah yang
ditegaskan dalam I Pet. 1:17 “....maksud
semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu”. Maka, yang menjadi pertanyaannya adalah, “Hal apa
yang bisa membuat kita memiliki kemampuan untuk mewujudkan panggilan kesaksian
itu?” Kalau kita mengandalkan kemampuan kita dalam tugas kesaksian di tengah
dunia ini, bisa dipastikan tidak akan berhasil. “Dunia tidak layak untuk kita...”, itu yang ditegaskan penulis surat
Ibrani (11:38). Dan hal dasar yang mesti kita miliki adalah bahwa “Kesaksian
kita adalah Kesaksian akan Kerajaan Allah, tentang Allah, bukan tentang kita”,
maka kuasa sepenuhnya ada pada Dia, yang berkenan melindungi kesaksian kita
dengan kuasa Roh-Nya (Yoh. 20:22), sehingga seperti pemazmur, di tengah
tantangan kesaksian hidup kita, kita bisa mengungkapkan iman demikian :
Aku senantiasa memandang kepada TUHAN;
karena Ia berdiri di sebelah kananku, aku tidak goyah. Sebab itu
hatiku bersukacita dan jiwaku bersorak-sorak, bahkan tubuhku akan diam dengan
tenteram; sebab Engkau tidak menyerahkan aku ke dunia orang mati, dan tidak
membiarkan Orang Kudus-Mu melihat kebinasaan.
Engkau memberitahukan kepadaku jalan kehidupan; di hadapan-Mu ada
sukacita berlimpah-limpah, di tangan kanan-Mu ada nikmat senantiasa.
(Mazmur 16:8-11)
Selamat menjadi Saksi Kristus ! Tuhan
memberkati.
~ fir ~
BG : tgl 27 April 2014,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar