“Berhati-hati
dalam berkata-kata”
Matius 22 : 15-22 ; Bacaan: Keluaran 33 : 12-23 ;
Mazmur 99 ; I Tesalonika 1 : 1-10.
Kata berhati-hati adalah suatu peringatan yang sering kita temui di sekeliling kita, yang maksudnya adalah jika kita
tidak melakukan kehati-hatian atas apa yang tertulis pada peringatan tersebut
kita akan mengalami masalah atau musibah seperti apa yang tertulis di dalam peringatan itu. Seperti
contoh : perjalanan
melewati tebing
yang curam, ada peringatan “Hati-hati
jalan longsor” artinya jika kita tidak hati-hati dalam mengendarai kendaraan,
maka bisa-bisa kendaraan kita masuk jurang karena jalan yang
kita lalui longsor.
Bagaimana
dengan berkata-kata, apakah diperlukan peringatan “hati-hati”, seperti contoh
tadi? Benar sekali perlu adanya peringatan “hati-hati” supaya kita tidak mengalami
musibah atau hal-hal yang negatif karena ketidak hati-hatian dalam
berkata-kata. Orang berkata-kata adalah manifestasi
dari apa yang dipikirkan atau dirasakan.
Kata-kata positif dan diucapkan
secara positif, akan
menghasilkan reaksi yang positif dari orang lain,
maupun menjadikan hal yang positif pula
bagi kita. Sebaliknya kata-kata yang positif, tetapi
diucapkan secara serampangan dapat menimbulkan reaksi yang negatif dari
orang lain, misalnya kata-kata yang seolah-olah bersifat positif tetapi ada
motivasi dan maksud yang negatif dalam mengucapkan kata-kata tersebut, seperti
kata-kata sindiran, atau kata-kata pujian tetapi diucapkan dengan maksud dan
tujuan lain, misalkan untuk menjatuhkan atau menjebak. Kata-kata yang negatif yang
diucapkan, pada umumnya akan menghasilkan reaksi yang negatif dari orang lain
dan kita dapat menerima hal yang negatif.
Yakobus
3 : 6 ; mengingatkan kita dalam
menggunakan lidah, sebagai berikut :
“Lidahpun adalah api; ia merupakan suatu dunia kejahatan dan mengambil tempat
diantara anggota-anggota tubuh kita sebagai sesuatu yang dapat menodai seluruh
tubuh dan menyalakan roda kehidupan kita, sedang ia sendiri dinyalakan oleh api
neraka”
Dari
Keluaran 33 : 12-23 Musa meminta
penyertaan Tuhan, kata-kata yang disampaikan Musa adalah kata-kata yang
bersifat positif yaitu mohon penyertaan Tuhan dan pengakuan atas kekuasaan
Tuhan. Demikian juga Mazmur 99, adalah pujian Raja Daud yang menyatakan
kebesaran dan keagungan Tuhan merupakan kata-kata yang bersifat positif. I
Tesalonika 1 : 1-10 adalah pujian Paulus atas jemaat Tesalonika, yaitu tentang iman jemaat Tesalonika yang dapat menjadi teladan di wilayah Makedonia dan Akhaya.
Kata-kata Rasul Paulus bersifat positif dan membangun iman jemaat Tesalonika.
Injil
Matius 22 : 15-22 adalah percakapan Tuhan Yesus dengan murid orang Parisi
mengenai membayar pajak pada Kaisar. Pertanyaan murid-murid orang Parisi itu selintas
merupakan pertanyaan biasa dan sifatnya positif, seolah-olah ketidak tahuan murid-murid orang Parisi. Padahal hal
yang sebenarnya pertanyaan yang diajukan itu adalah pertanyaan jebakan dari
orang Parisi yang dilemparkan kepada Tuhan Yesus melalui murid mereka. Dengan
maksud, jika Tuhan Yesus salah
menjawab maka ada alasan bagi orang Parisi itu untuk
menangkap Tuhan Yesus. Tetapi Tuhan Yesus mengetahui kejahatan orang Parisi dan
berkata kepada orang Parisi : Mengapa engkau mencobai Aku, hai orang munafik?
(ayat 18). Dan dari bacaan selanjutnya kita ketahui bahwa Tuhan Yesus menjawab
dengan pertanyaan yang membuat orang Parisi merasa heran dan malu, kemudian
pergi dengan diam-diam.
Marilah
kita selalu berhati-hati dalam berkata-kata, dan kata yang kita ucapkan
hendaklah selalu yang bersifat
positif seperti yang tertulis dalam Filipi 4 : 8 dan selalu mengingat bahwa
setiap kata yang kita ucapkan harus dapat kita pertanggung jawabkan pada hari
penghakiman (Matius 12 : 36). (pr)
BG NO 42-2014 Tgl 19 Oktober 2014