Menghadirkan Shalom Allah Di Tengah
Proses Demokrasi Bangsa
(1 Petrus 3:8-12)
Tema Oikoumene 2014 kali ini dilatarbelakangi dan
diinspirasikan oleh dinamika tahun politik Indonesia. Seperti telah kita
ketahui bersama, tahun 2014 merupakan tahun perhelatan pesta demokrasi bangsa,
dimana Pemilihan Umum Legislatif dan Pemilihan Presiden digelar. Rakyat
Indonesia kembali berada dalam suatu titik sentral untuk menentukan nasib
bangsa melalui peran sertanya dalam menentukan arah dan tujuan kepemimpinan
bangsa ke depan. Pemilu Legislatif sudah digelar dengan hasil yang sudah kita
lihat bersama. Perjuangan demokrasi ini masih panjang, karena beberapa bulan
kedepan pemilihan untuk Presiden dan Wakil Presiden akan digelar. Dalam segala
konstelasi yang ada, maka etika demokrasi bangsa diuji.
Sebagai bagian dari komponen bangsa Indonesia, itu
berarti, sikap dan etika gereja-gereja dalam proses demokrasi juga diuji.
“Menghadirkan Shalom Allah di Tengah Proses Demokrasi Bangsa” dijiwai oleh
Firman Tuhan dari 1 Petrus 3:8-12 yang memberitakan tentang kasih dan damai.
Ketika umat dari gereja Tuhan diperhadapkan kepada keberagaman perspektif dan
pilihan dalam kaitan dengan pesta demokrasi, maka bisa jadi, gereja berada
dalam kaitan dengan pesta demokrasi, maka bisa jadi, gereja berada dalam “titik
rawan” perbedaan kepentingan. Dalam pada itu, bisa jadi warga gereja pun banyak
juga yang bukan saja menjadi pemilih, tetapi juga menjadi anggota legislatif
yang memiliki beban untuk menyukseskan pilihan-pilihan politis dari partai
politik yang diusungnya. Dalam situasi ini friksi-friksi dapat saja terjadi
bahkan dalam tubuh gereja sendiri. Maka, pesan Rasul Petrus hari ini sangat
tegas “ hendaklah kamu… mengasihi saudara-saudara, penyayang dan
rendah hati… janganlah membalas… caci maki dengan caci maki, tetapi
sebaliknya, hendaklah kamu memberkati, karena untuk itulah kamu dipanggil… “ (ay.
8-9). Nasihat ini sejalan dengan pemberitaan Rasul Paulus dalam Roma 12:17-18
yang menekankan pentingnya melakukan dan mengupayakan kebaikan bagi semua
orang. Bahkan Petrus juga kembali menegaskan dalam ayat 11, bagaimana umat
dalam situasi dan kondisi apapun harus konsisten menjauhi yang jahat dan
melakukan yang baik. Tidak cukup sampai disitu saja. Umat pun diminta untuk
mencari perdamaian dalam setiap situasi mereka dan bahkan berusaha
mendapatkannya. Dalam salah satu tafsirannya terhadap nats ini Yohanes Calvin
memberi penekanan sedemikian sehingga dalam hal melakukan yang baik dan mencari
perdamaian, maka tidak cukup untuk “memeluk” hal itu pada waktu kebaikan itu
ditawarkan kepada kita, tetapi harus “dikejar” pada waktu kebaikan itu lari
dari kita atau jauh dari realitas kita. Artinya, menghadirkan Shalom Allah
ditengah-tengah realitas bangsa Indonesia, bukan lagi menjadi sebuah keniscayaan,
tetapi sudah menjadi panggilan dan tanggung jawab yang hakiki dalam kehidupan
gereja Tuhan. Pertanyaan bagi kita semua adalah apakah bangsa Indonesia sudah
cukup dewasa dalam menjalankan praktik demokrasi dalam berbagai aspeknya.
Apalagi pesta demokrasi ini digelar dalam situasi bangsa yang masih dalam
pergulatan untuk penegakan keadilan, kejujuran, pemberantasan korupsi dan
masalah-masalah social lainnya, dimana Indonesia masih berputar dalam labirin
perlunya penegakkan hukum yang konsisten disegala bidang. Pesan Rasul Petrus
nampaknya bias menjadi jangkar iman dan sikap orang-orang percaya saat
dipanggil dan diutus untuk menghadirkan
Shalom Allah ditengah Proses Demokrasi bangsa Indonesia. (FET)
BG tgl 25 Mei 2014 Minggu ke-21-2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar