GKJ Bandung Pephantan Bansel akan mengadakan Riyaya Unduh-unduh pada tanggal 8 Juni 2014 dengan acara persembahan lelang barang dan makanan sebagai salah satu rangkaian acara Paskah-Pentakosta. Namun demikian kegiatan Amplop Persembahan juga tetap akan dilaksanakan
Translate
Minggu, 25 Mei 2014
Firman Tuhan, HUT Ke-64 PGI, Minggu 25 Mei 2014
Menghadirkan Shalom Allah Di Tengah
Proses Demokrasi Bangsa
(1 Petrus 3:8-12)
Tema Oikoumene 2014 kali ini dilatarbelakangi dan
diinspirasikan oleh dinamika tahun politik Indonesia. Seperti telah kita
ketahui bersama, tahun 2014 merupakan tahun perhelatan pesta demokrasi bangsa,
dimana Pemilihan Umum Legislatif dan Pemilihan Presiden digelar. Rakyat
Indonesia kembali berada dalam suatu titik sentral untuk menentukan nasib
bangsa melalui peran sertanya dalam menentukan arah dan tujuan kepemimpinan
bangsa ke depan. Pemilu Legislatif sudah digelar dengan hasil yang sudah kita
lihat bersama. Perjuangan demokrasi ini masih panjang, karena beberapa bulan
kedepan pemilihan untuk Presiden dan Wakil Presiden akan digelar. Dalam segala
konstelasi yang ada, maka etika demokrasi bangsa diuji.
Sebagai bagian dari komponen bangsa Indonesia, itu
berarti, sikap dan etika gereja-gereja dalam proses demokrasi juga diuji.
“Menghadirkan Shalom Allah di Tengah Proses Demokrasi Bangsa” dijiwai oleh
Firman Tuhan dari 1 Petrus 3:8-12 yang memberitakan tentang kasih dan damai.
Ketika umat dari gereja Tuhan diperhadapkan kepada keberagaman perspektif dan
pilihan dalam kaitan dengan pesta demokrasi, maka bisa jadi, gereja berada
dalam kaitan dengan pesta demokrasi, maka bisa jadi, gereja berada dalam “titik
rawan” perbedaan kepentingan. Dalam pada itu, bisa jadi warga gereja pun banyak
juga yang bukan saja menjadi pemilih, tetapi juga menjadi anggota legislatif
yang memiliki beban untuk menyukseskan pilihan-pilihan politis dari partai
politik yang diusungnya. Dalam situasi ini friksi-friksi dapat saja terjadi
bahkan dalam tubuh gereja sendiri. Maka, pesan Rasul Petrus hari ini sangat
tegas “ hendaklah kamu… mengasihi saudara-saudara, penyayang dan
rendah hati… janganlah membalas… caci maki dengan caci maki, tetapi
sebaliknya, hendaklah kamu memberkati, karena untuk itulah kamu dipanggil… “ (ay.
8-9). Nasihat ini sejalan dengan pemberitaan Rasul Paulus dalam Roma 12:17-18
yang menekankan pentingnya melakukan dan mengupayakan kebaikan bagi semua
orang. Bahkan Petrus juga kembali menegaskan dalam ayat 11, bagaimana umat
dalam situasi dan kondisi apapun harus konsisten menjauhi yang jahat dan
melakukan yang baik. Tidak cukup sampai disitu saja. Umat pun diminta untuk
mencari perdamaian dalam setiap situasi mereka dan bahkan berusaha
mendapatkannya. Dalam salah satu tafsirannya terhadap nats ini Yohanes Calvin
memberi penekanan sedemikian sehingga dalam hal melakukan yang baik dan mencari
perdamaian, maka tidak cukup untuk “memeluk” hal itu pada waktu kebaikan itu
ditawarkan kepada kita, tetapi harus “dikejar” pada waktu kebaikan itu lari
dari kita atau jauh dari realitas kita. Artinya, menghadirkan Shalom Allah
ditengah-tengah realitas bangsa Indonesia, bukan lagi menjadi sebuah keniscayaan,
tetapi sudah menjadi panggilan dan tanggung jawab yang hakiki dalam kehidupan
gereja Tuhan. Pertanyaan bagi kita semua adalah apakah bangsa Indonesia sudah
cukup dewasa dalam menjalankan praktik demokrasi dalam berbagai aspeknya.
Apalagi pesta demokrasi ini digelar dalam situasi bangsa yang masih dalam
pergulatan untuk penegakan keadilan, kejujuran, pemberantasan korupsi dan
masalah-masalah social lainnya, dimana Indonesia masih berputar dalam labirin
perlunya penegakkan hukum yang konsisten disegala bidang. Pesan Rasul Petrus
nampaknya bias menjadi jangkar iman dan sikap orang-orang percaya saat
dipanggil dan diutus untuk menghadirkan
Shalom Allah ditengah Proses Demokrasi bangsa Indonesia. (FET)
BG tgl 25 Mei 2014 Minggu ke-21-2014
Minggu, 18 Mei 2014
Firman Tuhan , Minggu Paskah V, 18 Mei 2014
“Jalan
Berbatu Ke Rumah Bapa”
Kis. 7:55-60; Maz. 31:2-6,16-17; I Pet. 2:2-10; Yoh. 14:1-14
Dalam
sebuah perbincangan tentang butir-butir kebijakan Jawa, ada pecakapan seru
tentang pandangan Jawa yang berbunyi “Urip
kuwi mung mampir ngombe” (Hidup itu hanya mampir minum). Ada seorang yang
nyeletuk “Lha ning yen ngombene pait
terus, nggih wegah ta, pak. Njuk nika, yen urip niku kaya cakra manggilingan,
lha yen ndilalah rodha uripe dhewe pas ten ngisor, njuk macet, boten
ngglindhing, njuk pripun niku jal? (Ya tapi kalau minumnya pahit terus khan
ya nggak mau ta ya pak? Lalu itu, kalau hidup ini seperti seperti Cakra Manggilingan/roda yang berputar,
kalau kebetulan kita berada di bawah, lalu macet tidak menggelinding, lalu
bagaimana itu coba?). Yah, itu, hanyalah sebuah percakapan sambil lalu yang
cenderung asal-asalan bicara saja. Tetapi dari percakapan itu, saya sempat
merenung, “Iya ya, kalau begitu lalu bagaimana ya?”.
Bacaan
kita minggu ini berbicara tentang batu. Mulai dari batu-batu yang dipakai untuk
melempari Stefanus dalam bacaan I, analogi batu dalam pembangunan jemaat di
bacaan II, sampai ungkapan batu tempat perlindungan dalam Mazmur. Betapa sebuah
benda yang sama (batu) bisa dipandang dan dihayati secara berbeda-beda. Batu
bisa menjadi alat membunuh, namun batu yang sama bisa sebagai sarana
keberlanjutan kehidupan (tempat perlindungan).
Maka,
sesungguhnya, minggu ini kita akan diajak untuk merenungkan kehidupan kita.
Betapa dalam perziarahan hidup kita di muka bumi ini, dalam kehidupan yang
singkat seakan hanya sepeminum teh, di tengah telanan roda kehidupan yang penuh
ketidak pastian ini, bagaimana kita memandang dan menjalani kehidupan? Kalau
boleh digambarkan, memang kehidupan kita tidak selalu berjalan mulus seperti
yang kita angankan. Terkadang kita menjumpai kerikil-kerikil di kehidupan ini,
sampai batu besar yang menghalangi langkah jalan kita. Dari rangkaian bacaan
kita, sesungguhnya, kita mau diajak untuk berpikir positif dan optimis. Betapa
Stefanus yang meregang nyawa karena hujaman batu ... sampai Kristus yang mati
dan yang oleh penulis Surat Petrus digambarkan justru menjadi batu penjuru (I
Pet.2:6).
Maka,
jika Bacaan Injil (Yoh. 14) berbicara tentang jalan, (kebenaran) dan kehidupan,
marilah kita membayangkan bukan sebagai jalan tol nan mulus. Jalan Kristus
adalah Jalan Salib. Jalan yang berbatu, penuh onak duri dan segala tantangan
bahkan bahaya. Jalan yang tidak mudah untuk dilalui. Maka kalau kita boleh
sedikit menggubah gambaran Surat Petrus tentang jemaat sebagai batu-batu dalam
kerangka pembangunan sebuah rumah, mari kita coba bayangkan, batu-batu itu
sebagai sarana membangun jalan. Batu-batu tersebut, sama-sama perlu ditata. Dan
batu-batu itu adalah kita-kita sebagai jemaat-Nya. Mari kita menata kehidupan
bersama ini seperti menata batu-batu untuk membangun sebuah jalan. Jalan yang
melanjutkan jalan yang telah diawali oleh Yesus. Yang diperlukan adalah,
kesediaan setiap kita ditata oleh Tuhan melalui lembaga yang dikuduskan-Nya
sendiri, Gereja. Sebagai gereja, seluruh jemaat diikat erat, ditutupi dan
direkatkan dengan ‘aspal-Nya’, yakni Darah Kristus. Yang diperlukan adalah
kesedian diri untuk tidak dilihat orang, bahkan diinjak-injak dengan stoomwalls sekalipun, demi memuluskan
Jalan Kristus menuju ke Rumah Bapa, dalam damai surgawi-Nya. Hingga semua orang
terpanggil kepada-Nya, turut menjadi batu-batu kehidupan, dan ikut dalam
perjalanan perziarah di hidup ini.
Selamat
menjadi batu kehidupan. Tuhan memberkati. Amin. (fir)
BG tanggal 18 Mei 2014, Minggu ke-20-2014
Minggu, 11 Mei 2014
BERITA GEREJA : JADWAL KEGIATAN TIM PEMILIHAN ANGGOTA MAJELIS GEREJA KRISTEN JAWA BANDUNG PERIODE 2014 - 2017
JADWAL KEGIATAN TIM PEMILIHAN ANGGOTA MAJELIS
GEREJA KRISTEN JAWA BANDUNG
PERIODE 2014 - 2017
No.
|
Waktu
|
Jenis
Kegiatan
|
Keterangan
|
1.
|
Jumat 30 Mei 2014
|
Sidang Pleno Majelis memutuskan nama-nama Calon Anggota Majelis
dari Bakal Calon Anggota Majelis
|
Nama-nama Bakal Calon Anggota Majelis diajukan
oleh masing masing wilayah menjadi Calon Anggota Majelis
|
2.
|
Minggu
tgl. 1 dan 8 Juni 2014
|
Pemberitahuan ke warga jemaat tentang
Calon-calon Anggota Majelis yang sudah ditetapkan untuk dipilih oleh Jemaat
|
Diwartakan lewat Berita Gereja ( BG )
|
3.
|
Minggu
tgl. 15 dan 22 Juni 2014
|
Pemilihan Anggota Majelis GKJ Bandung periode 2014 - 2017
|
Teknis Pelaksanaan : Formulir
dibagikan sebelum kebaktian, Jemaat memilih sebelum kebak-tian atau
sesudahnya dan dikembalikan sesaat
sebelum bersalaman dengan Pelayan
Firman dan Primus
|
4.
|
Minggu
tgl. 22 Juni 2014
|
Penghitungan Hasil Pemilihan Anggota Majelis GKJ Bandung periode 2014 - 2017
|
Waktu penghitungan dilaku-kan setelah selesai Kebaktian ke 3, dengan disaksikan
Jemaat
|
5.
|
Jumat 25 Juli 2014
|
Sidang Pleno memutus-kan: Calon – calon
yang dipilih oleh Jemaat menjadi Penatua dan Diaken GKJB periode 2014 –
2017.
|
Penetapan Penatua dan Diaken. Penetapan dida-sarkan pada hasil pemilihan
|
6.
|
Minggu
29 Juni s.d. Minggu 20 Juli 2014
|
Pemberitahuan kepada Anggota Majelis terpilih GKJB periode 2014 – 2017 lewat surat
|
Teknis pendekatan kepa-da calon
majelis dilaku-kan oleh Pendeta didampingi Majelis Wilayah, sekaligus untuk
meman-tapkan arti Panggilan Gerejawi bagi Jemaat yang akan diteguhkan ke
dalam jabatan Penatua dan Diaken
|
7.
|
Jumat 25 Juli 2014
|
Sidang Pleno Majelis menetapkan
:Penatua dan Diaken terpilih
|
Penetapan setelah menerima laporan
dari Pendeta dan Majelis Wilayah
|
8.
|
Minggu
tgl. 27 Juli 2014 dan 3 Agustus 2014
|
Pemberitahuan ke warga jemaat tentang
Penatua dan Diaken terpilih periode
2014 – 2017
|
Diwartakan lewat Berita Gereja ( BG )
|
9.
|
Jumat tgl. 29 Agustus 2014
|
Persiapan, Pembekalan dan Gladi Resik
Pene-guhan serta Upacara Lereh
|
Waktu pukul 17.00 di Gedung GKJ
Bandung
|
10.
|
Minggu
tgl. 31 Agustus 2014
|
Peneguhan Penatua dan Diaken
|
Peneguhan Penatua dan Diaken pada
Kebaktian ke 2
(jam 08.30)
|
Firman Tuhan, Minggu Paskah IV , 11 Mei 2014
Mengikut Sang Gembala Jiwa
Kisah Para Rasul 2:42-47; Mazmur
23; I Petrus 2:19-25; Yohanes 10:1-10
Siapa Sang Gembala Jiwa? Dan Mengapa
kita harus mengikutinya?
I Petrus 2:25, menjelaskan adanya proses
penyadaran dari kondisi sesat menjadi bertobat. Hal ini memberi pemahaman bahwa
manusia karena dosa-dosanya seharusnya binasa, tetapi karena kasih setia Sang
Gembala (Tuhan Yesus) menjadi diselamatkan. Keselamatan yang diterima ini
merupakan keselamatan bagi jiwa yang sekaligus dipelihara jiwanya. Peran Sang
Gembala dalam hal ini ternyata bukan hanya menyediakan kebutuhan jasmani saja,
tetapi juga kebutuhan bagi jiwa, yaitu kebutuhan akan keselamatan.
Menurut Yohanes 10:1-10, Tuhan Yesus
yang adalah Sang Gembala mengumpamakan dirinya sebagai “pintu” dan memberikan
jaminan keselamatan bagi siapapun yang keluar-masuk melalui diriNya. Yesus
Kristus, Sang Gembala, juga memposisikan diriNya sebagai “pintu” berarti juga
merelakan diriNya untuk berkorban demi keamanan para domba yang didalamnya,
lalu hal-hal apa saja yang akan terjadi pada orang-orang yang keluar-masuk
melalui Tuhan Yesus sebagai “pintu” dalam hidupnya?
- Orang (“domba”) tersebut pasti selamat (ayat 9). Dia akan diselamatkan karena melalui tempat yang tepat dan aman. Berbeda jika melalui jendela atau memanjat tembok. Keselamatan dalam hal ini juga berkaitan dengan apapun yang akan dilakukan selalu dalam pengetahuan Tuhan Yesus sebagai “pintu” dan Sang Gembala. Jika Tuhan Yesus sebagai “Gembala” mengetahui kemanapun kita pergi dan apapun yang kita lakukan, maka kita/domba itu pasti tetap ada dalam lingkaran keselamatan dan pengawasanNya. Kita tidak akan tersesat atau berada ditempat yang berbahaya, karena kita memberitahukan apapun yang akan kita lakukan.
- Domba-domba akan menemukan padang rumput (ayat 9). Artinya, apabila kita selalu melakukan apapun didalam Tuhan, melalui sang “pintu”, kita akan diberi kemakmuran, kecukupan dan kelimpahan. Hal ini tentunya bukan hanya dalam kebutuhan jasmani tetapi juga kebutuhan rohani. Padang rumput, kemakmuran selalu bermakna sebagai sesuatu yang memberikan sukacita, sesuatu yang diharapkan, kebahagiaan.
- Ada jaminan rasa aman lahir-batin. Jika Tuhan Yesus memposisikan diriNya bukan hanya sebagai gembala, tetapi juga sebagai pintu, tentulah disertai tanggung jawab dan jaminan memberikan keselamatan dan rasa aman (lih. I Petrus 2:25).
Kit sudah memiliki Gembala Agung yang
juga menjadi “pintu" bagi segala yang kita lakukan. Oleh karena itu,
marilah kita hanya menjalani kehidupan melalui Dia dan "sepengetahuanNya”.
Artinya, kita selalu melibatkan Tuhan dalam seluruh sisi kehidupan kita. Kita
sudah memiliki Gembala, “pintu” yang aman dan memberikan jaminan keselamatan dan keamanan.
Ada jalur yang aman dan membahagiakan, mengapa harus memilih yang berbahaya? Amin.
(sumber :gkjw.web.id)(I.r)
BG tgl 11 Mei 2014 Minggu ke-19-2014
Minggu, 04 Mei 2014
Firman Tuhan, Minggu Paskah III, Minggu 4 Mei 2014
Membuka Mata Hati
(Kis 2:14a, 36-41; Maz. 116:1-4, 12-19; I Ptr. 1:17-23; Luk. 24:13-35)
Ada tiga ciri orang, yaitu : Pertama, ketika menghadapi tantangan dan masalah, ia tidak akan bersungut-sungut atau mencari kambing hitam. Juga tidak mengeluh dan menyalahkan dirinya sendiri. Sebaliknya, ia akan tetap berpengharapan didalam Tuhan. Dan, ketika ia sadar bahwa ia tidak bisa mengubah kenyataan, ia akan mengubah sudut pandangnya terhadap kenyataan itu. Kedua, dalam memandang kehidupan ia menggunakan kacamata yang berbeda. Kacamata positif. Secerah apapun sebuah pemandangan, tetapi jika kita memandangnya dengan kacamat buram, akan buram pulalah pemandangan itu. Tak ada indah-indahnya. Dengan memandang sesuatu secara positif, kita akan sanggup menemukan keindahan, sekalipun ditengah kesuraman. Ketiga, dalam menghadapi kesulitan dan tantangan hidup, ia tak hanya duduk merenung dan meratap. Tidak hanya berdiam diri dan berpangku tangan. Membiarkan dirinya terseret kedalam pusaran masalah tanpa keinginan untuk melawan. Tetapi sebaliknya, berdiri, bangkit dari segala keterpurukan. Keluar dari keterimpitan. Dan, dengan tegar melangkah maju. Berbuat sesuatu dengan baik dan benar.
Hidup seringkali seperti benang kusut yang begitu sulit terurai. Masalah demi masalah datang silih berganti. Satu belum selesai yang lain akan datang. Tetapi orang beriman akan menghadapi dengan sikap positif dan teguh.Akan memandangnya sebagai salah satu bagian dari rencana Allah dalam hidupnya. Memang ada kalanya yang sering yang terjadi justru manusia diselubungi oleh pekatnya mendung pergumulan sehingga mata hatinya tertutup dan tidak mamapu melihat cerahnya sinar matahari. Hal ini yang terjadi jikalau manusia tidak peka dan terbuka mata hatinya, persis seperti kisah dua orang murid Yesus di jalan menuju Emaus (Lukas 24:13-35). saat diselubungi oleh rasa ketakutan, kengerian dan masalah mereka menjadi ragu-ragu dengan peristiwa kebangkitan Kristus, namun kemudian sadar setelah mengalami perjumpaan dengan Kristus.
Sebagai orang beriman semestinya kita jauh dari keragu-raguan dan tidak akan larut dalam masalah, atau surut dalam kesulitan. Sebaliknya, kita akan memandang dengan kacamata positif, senantiasa berani, tetap tegar untuk melangkah maju berbuat sesuatu yang berguna dan bermakna. apa rahasianya ? Bagi orang beriman kehidupan dan masalah adalah bagian dari cara Tuhan mendewasakan iman agar semakin tegar dan berakar, karena sejatinya "everything under controle" Tuhan, sebagaimana kesaksian Alkitab dalam 1 Pet. 1:21, " Oleh Dialah kamu percaya kepada Allah, yang telah membangkitkan Dia dari antara orang mati dan yang telah memuliakan-Nya, sehingga imanmu dan pengharapanmu tertuju kepada Allah." Jadi yang dibutuhkan ialah, apakah manusia bersedia atau tidak "membuka mata hatinya" dan beriman teguh kepada karya Tuhan yang tiada pernah surut untuk memelihara, mengasihi dan memberkati umat-Nya yang setia dan taat. Selamat mengarungi derasnya gelombang kehidupan bersama Dia yang setia dan peduli. (FET)
BG Tgl 4 Mei 2014
Minggu ke-18-2014
Langganan:
Postingan (Atom)