28 JANUARI 2017 : " SELAMAT ATAS PENDEWASAAN GKJB PEP.BANSEL MENJADI GKJ BANSEL " GKJ BANSEL: 2015

Translate

Minggu, 13 September 2015

Firman Tuhan Minggu ke-37, 13 September 2015

 JANGAN MENJADI GURU

 “Saudara-saudaraku, janganlah banyak orang di antara kamu mau menjadi guru; sebab kita tahu, bahwa sebagai guru kita akan dihakimi menurut ukuran yang lebih berat.” { Yakobus 3 : 1 }

Jangan menjadi guru, tentu ini pendapat yang tidak semestinya. Karena kalau nanti tidak ada yang mengajar, apa jadinya dunia ini? Karena dengan adanya guru atau pengajar, dunia ini di tata supaya dapat melakukan tindakan yang luhur, sehingga selalu bisa mengalami kebaikan. Dalam hal ini apa yang disampaikan oleh Yakobus memang menjadi kenyataan. Ketika guru sudah tidak bisa memberikan pelajaran yang baik dalam hidup ini, tentunya hanya akan merusak dunia ini. Jadi guru seharusnya dapat melakukan apa yang diajarkannya. Sehingga apa yang dihidupinya tidak jauh dari apa yang dilakukannya dan yang diajarkannya kepada siapapun. Guru yang baik juga digambarkan oleh Yesaya. Guru yang baik harus mau memerhatikan apa yang menjadi ajaran dari Tuhan melalui kehidupan sehari-hari dalam hidupnya. Cara pandangnya harus jelas, sehingga apa yang menjadi pilihan tindakannya karena mau belajar dari kondisi jaman yang dihadapinya. Larangan Yakobus ini sebenarnya sesuai dengan isi kitab Yesaya 50. Bahwa untuk menjadi contoh yang baik, maka manusia harus mau belajar dari kondisi yang sebenarnya. Manusia harus hidup untuk bertindak melakukan kebaikan,namun bukan sekedar supaya bisa mengatakan hal yang baik. Tetapi melalui pengajarannya, guru harus bisa melakukan hidup yang hanya melahirkan kebaikan dari Tuhan. Sehingga jadi guru sesungguhnya bisa diupayakan, tetapi untuk menjadi guru yang baik harus bisa sesuai dengan ajarannya. Ini seperti yang dilakukan Tuhan Yesus. 

*Sadhar Bulan September 2015- TRW.

BG Minggu ke-37, 13 September 2015

Kamis, 19 Februari 2015

Rabu Abu, 18 Februari 2015

Kebaktian Rabu Abu , Rabu 18 Februari 2015


Firman Tuhan , Minggu 15 Februari 2015



“Percaya Yang Menyembuhkan“

2 Raja-raja 5:1-14; Mzm 30; 1Kor.9:24-27; Markus 1:40-45



Pandangan orang terhadap penyakit kusta pada saat sekarang, sangatlah lain dengan pandangan pada jaman dahulu tepatnya jaman perjanjian lama. Saat sekarang dianggap penyakit lumrah tidak berbeda dengan penyakit lain. Jaman dahulu penderitanya harus dikucilkan. Bila berjalan dan bertemu orang lain si penderita harus berkata “najis….najis”, sambil menutupi mukanya. Bisa dibayangkan betapa sengsaranya orang yang menderita sakit kusta. Sudah sangat menderita secara fisik, juga menderita secara psikis bahkan sangat mungkin psikisnya lebih menderita daripada penderitaan yang diakibatkan fisik sakit. Dikucilkan dari tengah-tengah  masyarakat, tidak dimanusiakan, harkat kemanusiaannya tidak diakui. Boleh jadi perasaan merasa “seperti sudah tidak dianggap manusia lagi”.  Seorang yang menderita kusta,  datang pada Tuhan Yesus, Suara hati  yang disampaikannya  “Kalau Engkau mau, Engkau dapat mentahirkan aku”.  “Kalau Engkau mau ….” Bukankah itu kalimat dari seseorang yang seperti sudah hilang harapan. Jadi dapatlah disimpulkan penyakit kusta bukanlah penyakit jasmani semata tetapi juga suatu penyakit rohani. Syukurlah Al Kitab bersaksi, Tuhan Yesus mau meyembuhkan karena memang begitu besar belas kasih dan belas kasihan Tuhan Yesus pada setiap manusia termasuk si penderita kusta. Dan mengapa dia berharap pada Tuhan Yesus, jawabnya tidak dapat tidak karena dia percaya pada Tuhan Yesus.

Kisah penderita kusta terdapat juga pada Perjanjian Lama. Bahkan salah satu ceritanya menimpa bukan rakyat biasa tetapi dialami seorang Panglima Perang namanya Naaman. Seorang panglima perang pastilah bukan orang biasa. Kemampuan dan keadaannya di atas rata-rata kebanyakan orang. Tentu saja rasa malu seorang Panglima yang menderita kusta melebihi yang dirasakan rakyat biasa termasuk yang menghadap Tuhan Yesus. Seorang Panglima, cerdas sudah pasti, dan secara ekonomi pastilah lebih dari cukup bila kurang pas dikatakan kaya raya.   Namun sayang kecerdasannya kadang dipakai dengan tidak menggunakan pertimbangan hati. Segala sesuatu harus logis, dapat dinalar dan masuk akal. Saat akan berobat ke Nabi Elisa dibawalah harta yang banyak, sepuluh talenta perak enam ribu syikal emas dan sepuluh potong pakaian. Walaupun dikatakan persembahan tetapi pastilah ada muatan pengertian dengan bahasa yang halus di dalamnya sebagai upah.  Nalarnya juga tidak dapat menerima tentang cara pengobatannya. Hanya dengan menceburkan diri ke dalam sungai Yordan tujuh kali penyakit kustanya dapat lenyap?  Apalagi sungai tersebut lebih kotor dari sungai Abana dan Parpar di daerah Damsyik. “Tidak, tidak masuk akal, pasti begitu pikiran sang panglima” Tetapi syukurlah, kesombongan tidak terlalu lama menguasai dirinya dan akhirnya dia mau menuruti kata-kata yang disampaikan oleh abdi Nabi Elisa. Setelah dilakukannya pesan tersebut sembuhlah Panglima Naaman. Namun Naaman janganlah ditertawakan. Karena boleh jadi Naaman adalah gambaran manusia sekarang. Bukankah pada saat sekarang banyak orang dengan segala cara berupaya meraih jabatan tinggi dan terhormat menurut ukuran manusia, juga menumpuk harta yang “tidak habis dimakan 7 turunan”  Lebih ironis lagi rasa malu juga hilang, tidak perlu mengurung diri, bergaul biasa saja walaupun cap koruptor melekat didirinya. Sebaiknyalah manusia sekarang segera sadar dari berbagai kekeliruan, dari sikap dan perilaku yang TUHAN tidak berkenan. Saat ini TUHAN masih menunjukkan kesabaran-Nya, masih setia berdiri di depan pintu dan mengetok. Tetapi ingatlah TUHAN juga adil, hingga terjadi peristiwa banjir besar saat kehidupan Nuh. Terjadi pula peristiwa Sodom dan Gomora. Ingatlah pula bila kita tidak kedapatan benar dihadapan TUHAN bisa saja peristiwa Ananias dan Safira menimpa kita.  Sakit fisik bisa menimpa siapa saja.  Tetapi sakit psikis jangan diabaikan. Naaman menanggung rasa malu, manusia jaman sekarang juga bisa. Penyakit psikis yang lain juga mengancam. Depresi, stress, “broken home” dan macam lainnya lagi. 

Pergi ke dokter, psikiater, psikolog, bukanlah dilarang bahkan dianjurkan karena manusia harus berbagi dengan talenta yang diberikan kepada masing-masing pribadi. Yang dilarang adalah bila manusia mengandalkan yang lain selain TUHAN.  Konsultan, obat-obatan hanyalah sarana kesembuhan. Terlebih untuk penyakit psikis, obat penenang hanyalah obat sementara. Narkoba bukanlah obat, itu barang jahat. PIL atau WIL bukanlah penyelesaian masalah, bahkan sumber masalah. Hanya ada Satu Pribadi yang dapat mengobati semua macam penyakit Dia lah TUHAN YESUS KRISTUS.  Berserulah seperti Pemazmur “TUHAN, Allahku, kepada-Mu aku berteriak minta tolong, dan Engkau telah menyembuhkan aku.”  Dia hanya minta satu syarat, percaya, percaya saja.  Seorang penderita kusta telah membuktikannya, Naaman akhirnya juga membuktikan. Bagaimana dengan kita, maukah datang kepada-Nya? Dan percaya Dia berkuasa menyembuhkan segala penyakit kita. Oleh bilur bilur-Nya kita menjadi sembuh. (Pras)


Sabtu, 03 Januari 2015

Firman Tuhan, Minggu 4 Januari 2015

“Kasih Allah memancar bagi semua”
Yesaya 60:1-6; Mazmur 72:1-7, 10-14; Efesus 3:1-12; Matius 2:1-12

Untuk menyadari Kasih Allah terkadang tidak mudah. Sama seperti Israel, umat Kristen sering tidak menyadari akan kasih Allah yang berlimpah-limpah menaungi hidup kita. Spiritualitas kita menjadi seperti seekor ikan yang gelisah bertanya, di mana dan bagaimanakah wujud air itu, padahal saat itu dia sedang hidup dalam air. “Immanuel” yang berarti ”Allah menyertai kita” (Jw: “Gusti nunggil klayan kita”) sering tidak kita sadari – walaupun Allah berada begitu dekat, dan sesungguhnya kita sedang hidup di dalamnya. Namun, karena merasa seakan Allah begitu jauh dan meninggalkan kita, kita merasa hidup dalam kegelapan, kesendirian dan tanpa pertolongan Allah.
Jarak yang dekat tidak menjamin kepekaan seseorang terhadap anugerah dan keselamatan yang disediakan Allah. Sama seperti halnya umat Israel waktu itu tidak menyadari kedatangan Yesus selaku Mesias Allah yang lahir di Betlehem, sehingga mereka tidak memberi respon iman yang semestinya. Sebaliknya, orang-orang Majus yang statusnya bukan umat Allah dan tinggal begitu jauh dari tanah Israel, justru mampu menyadari kedatangan Yesus selaku Mesias Allah (Matius 2:1-12). Janji Allah dalam Yesaya 60:1-6, sekaligus menjadi ajakan yang tegas dari Allah bagi umat-Nya untuk bangkit dan menjadi terang. Dengan iman, orang yang mau berjalan bersama dengan terang Allah bukan saja menikmati segala yang baik dari Allah, tetapi juga menarik orang-orang di sekitarnya untuk merasakan kemuliaan Allah melalui kehadirannya. Maka, ungkapan Rasul Paulus dalam Efesus 3:1-12, menjadi sebuah proklamasi kehadiran Kristus bagi segenap bangsa di dunia. Di dalam dan karena Yesus Kristus, segala bangsa di dunia dapat memahami dan merasakan betapa Allah menunjukkan belas kasih-Nya dengan setia dan berkenan memulihkan setiap orang yang berbeban berat sesuai dengan janji-Nya yang Ia ungkapkan sejak dahulu kala. Kebaikan Allah tidak ditujukkan secara sempit dan eksklusif, melainkan terbuka kepada setiap orang yang mau menerima dan menghidupinya di dalam iman. 


Di awal tahun yang baru inilah, sesungguhnya kita diajak untuk memperbaharui perspepsi dan orientasi iman kita kepada Kristus. Bahwa Ia datang bagi seluruh dunia, maka sudah selayaknya kita memancarkan terang Kasih-Nya bagi dunia sekitar kita. Bahwa kita, para murid Kristus dipanggil untuk menjadi jembatan kasih Allah yang tidak berbatas dalam kehidupannya yang terbatas ini. Amin.       
~ fir ~
BG Minggu ke-1-2015
(Untuk Kalangan Sendiri)